Persembahan untuk ibu yang selalu
menghangatkan malam yang dingin, menyejukkan siang yang panas, menjadi penerang
dalam gelap, serta memberi kenyamanan di kala penat. Akan kukabarkan pada
dunia, engkaulah Ibuku, inspirasiku.
My Mom, My everything..
Tidak berlebihan jika kata-kata
ini ditujukan untuk ibu, yah Ibu. Bagiku yang sudah menjadi yatim sejak SMA,
Ibu adalah segalanya walaupun beliau tidak bisa menggantikan sosok Bapak-karena
Bapak pun bukan sosok yang bisa tergantikan bahkan oleh Ibu atau
abang-abangku-tapi Ibu tahu bagaimana caranya agar anak-anaknya tidak merasa
kehilangan sosok Bapak pun melupakan sosok Pahlawan yang selama 40 tahun
membersamainya.
Ibuku, bukanlah seorang dengan tingkat
pendidikan yang tinggi, memang dulu beliau sempat menimba ilmu di sekolah
dasar, tapi itu pun hanya sampai kelas 4 saja karena beliau keburu dilamar oleh
Bapak, tapi jangan dipikir anak kelas 4 SD jaman sekarang dengan jaman dulu
sama, waktu itu Ibuku uda umur sekitar 14 tahun hihi tetep aja ya
masih muda. Even so, she becomes a good mother for her children by her long life education.
Ibuku orang ‘kuno’, tidak dipungkiri ibuku bukanlah sosok dengan intelektual tinggi, sejak lahir tinggalnya di desa dengan kesederhanaan dan kesahajaan yang ada maka sangat wajar jika beliau merasa minder dengan kecanggihan alat-alat masa kini. Sekarang setidaknya Ibu sudah bisa mengoperasikan hape meski hal yang sederhana. Menelpon.
Ibuku orang ‘kuno’, tidak dipungkiri ibuku bukanlah sosok dengan intelektual tinggi, sejak lahir tinggalnya di desa dengan kesederhanaan dan kesahajaan yang ada maka sangat wajar jika beliau merasa minder dengan kecanggihan alat-alat masa kini. Sekarang setidaknya Ibu sudah bisa mengoperasikan hape meski hal yang sederhana. Menelpon.
Ibuku sebelum dan sesudah ditinggal Bapak memanglah seorang Ibu rumah tangga, segala kebutuhan dapur, pendidikanku dan kebutuhan yang lain sejak Bapak sakit ditopang oleh abang-abangku. Beasiswaku pun cukup mengurangi beban mereka. Dan kesederhanaan Ibu membuat kebutuhannya tercukupi tanpa masalah. Seringkali malah tiba-tiba beliau mendapatkan uang dari salah satu pedagang es tebu-tetanggaku yang mengambil tebu di ladang kami padahal Ibuku gak bermaksud menjualnya, beliau hanya ingin berbagi isi ladangnya dengan tetangga-tetangga sekitar. Namanya juga di desa, budaya berbagi satu dengan yang lainnya masih sangat terpupuk dengan baik. Bukan berarti tangan dibawah lebih baik dari tangan di atas, tapi mereka berlomba-lomba dalam berbagi dengan saudaranya. Kata pak Ustadz mah taawun – tolong menolong. Ketika ada yang panen padi, panen ikan, panen mangga, dan panen-panen yang lain Alhamdulillah Ibu mendapat rezeki dari itu semua.
Ibuku sayaaaaaaaaaaang banget sama
anak-anaknya, bentuk kasih sayang beliau pastilah berbeda-beda sesuai karakter
dan kondisi anak-anaknya. Dulu aku
benciiiiii banget sama abangku yang kuliah di ITS, gimana nggak, tiap kali tau
abangku ini mau pulang Ibuku beli ayam atau lele atau macam-macam lauk kesukaannya. Errg, boro-boro aku makan
ayam, palingan tahu, tempe, telur atau ikan dikasih tetangga yang sering
dimakan tiap hari. Lha ini, belinya macem-macem banget, hwaaa aku dan bang ady merasaa ini semua gak adil (korban sinetron :D) lebih
lagi kalo ada temennya abangku dari Surabaya yang ikut maen ke rumah, ugh
siap-siap kami berdua jadi ‘babu’ seminggu. Ahaha. Tapi baru sadar, kalo Ibu
juga memperlakukanku kayak gitu ketika aku uda jauh dari beliau, tiap tau kalo
aku mau pulang pasti beliau uda nyiap-nyiapin makanan kesukaanku bakso, cumi, udang dll. Ibuku yang terbaik. Beliau
ngerasa anak-anaknya yang sedang jauh darinya pasti makanannya gak kejamin
walaupun di rumah juga gak seberapa mewah tapi setidaknya lebih baik daripada
harus beli-beli/masak sendiri. Ya, Ibu, yang tak pernah malu ungkapkan kasih sayang ke anak-anaknya.
Lantas, haruskah kita malu melakukannya ?
Umur Ibuku sih sebenernya uda 60an ke atas
(parah banget umur Ibu sendiri gak yakin), sebenernya kalo di KTP umur Ibu 57
tahun tapi kayaknya itu gak sesuai realita, hah ? ya, Ibuku sendiri
gatau umur beliau berapa, lahir tahun berapa tanggal berapa bulan apa, mbahku pun
gatau. Orang dulu mah inget-inget tahun lahir anaknya dari suatu kejadian yang
terjadi bersamaan, “pokoknya pas kamu lahir tu ada gerhana bulan” atau “pas
lahir, anaknya mbah Jan nikah” atau juga “waktu kebo bapak kamu beranak”.
Bingung kan, gerhana bulan mah sering, mbah Jan juga gatau tahun berapa anaknya nikah, atau
kebonya beranak ? helloo masak harus nanya ke kebo. Ahaha, cukuplah itu menjadi
rahasia Illahi.
Ibuku yang melow, seperti semua
orangtua terlebih Ibu memiliki sikap ini kepada keluarganya. Puncak kesedihan
Ibuku adalah ketika ditinggal Bapak, walaupun Ibuku gak meratap kayak yang di
sinetron-sinetron, tapi tangis Ibu yang sesaat itu masih aku ingat hingga saat
ini. Aku yang ngegantiin Ibu untuk membantu Bapak yang sedang sakaratul maut
untuk membaca kalimat syahadat, men-talqin, karena Ibu tak kuasa menahan
tangisnya. Dibantu oleh tetangga-tetanggaku mencoba menenangkannya, Aku bersama abang
tertuaku masih membisikkan kalimat-kalimat
tauhid itu hingga Bapak menghembuskan nafasnya yang terakhir, bumi seolah
berhenti, air mataku jatuh bersamaan dengan ustadz berucap Innalillahi
wainna ilaihi rajiun, aku gak bisa melihat sekitar dengan jernih, karena
mataku basah oleh air mata, aku melihat Ibu yang sedang berdiri lemas hampir
jatuh, belum bisa percaya seketika itu. Kemudian kuraih beliau, bersama aku
mengajaknya berwudhu agar tangis tidak jatuh berlebihan. Aku peluk Ibu dan membisikkan kata-kata yang menenangkan
beliau.. walaupun aku tau, hatiku pun belum tenang dan menerima.
Begitulah Ibu, sosok yang sangat mudah tersentuh apalagi oleh keluarganya,
laki-laki yang hampir separuh hidupnya telah membersamainya, yang ketika sakit
hampir satu tahun terakhir sebelum meninggal, beliaulah yang selalu dicari Bapak, mendampinginya.
Kehilangan, pasti. Tapi beliau tahu, tahu persis bahwa kematian adalah takdir
Allah, mungkin hal itu lebih baik daripada rasa sakit yang tak kunjung sembuh
yang harus Bapak derita. Allahummaghfirlahu warhamhuwa`afihi wa`fuanhu.
Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama robbayani shaghira.
Ibuku bukanlah malaikat yang diturunkan
dari langit yang terbebas salah, beliau pun bisa salah, marah, dan kecewa. Terutama padaku yang sampai sekarang masih menyusahkan beliau, belum
bisa membahagiakan beliau, belum bisa mempersembahkan sesuatu yang membuat
beliau bangga. Pernah suatu kali aku dan bang ady bertanya kepada Ibu, “apakah
Ibu sedih ?” beliau menjawab “kenapa
harus sedih, ketika memiliki anak-anak yang sangat sayang ke ibunya”. Aku janji
aku akan sayaang Ibu dan juga Bapak selalu dengan menjadi anak yang berbakti
dan anak yang sholehah. Janji ini membersamai janji-janji yang telah terucap
sebelumnya oleh Mba Mas’udah, Mba Masruroh, Ka Moh Noer Ichsan, Ka Moh Yusuf Alfian, dan Ka Ady Winarto. Mari berikan mahkota kemuliaan
untuk mereka di dunia dan di akherat.
Teruntuk Ibu Sumarti, semoga selalu
bahagia dan sehat selalu :)
You know I Love you, I
always will,
My mind made up by the way that I feel,
There’s no begining and there’ll be no end..
Thank you for giving birth to me,
Hope you will happy living as my Mom
Vada
L O V E M O M coz A L L A H
Mom’s day, 22 December 2016
No comments:
Post a Comment