Tuesday, March 15, 2011

P U L A N G

Dari dalam rumah aku melihat sesosok lelaki berdiri di depan pintu, membawa tas punggung dan dan sebuah tas jinjing, sesaat aku tak mengenalinya hingga kuputuskan untuk memakai kacamataku dan menghampirinya. Dia tersenyum padaku, aku pun membalas senyumnya, dan kemudian berlari meraih tas jinjingnya. Kutuntun dia masuk ke dalam rumah.
''Ibu, kak Uni pulang'' kupanggil ibu yang sedang memasak di dapur.
''Jangn bercanda kamu Ris, kakakmu sekarang lagi di Jakarta''
''Yee, Ibu gag percaya sini keluar dulu bu, kakak bawa oleh-oleh nih buat Ibu''. Teriakkku girang sambil membongkar isi tas kakak.
''Apa sih Ris, kerjaan Ibu tu...''
''Bu, maaf Uni gg ngasih tau dulu kalau mw pulang'' kata kak Uni sambil mencium tangan Ibuku.
Ibu sangat terharu akan kedatangan kakakku. Dua tahun yang lalu setelah 40 hari meninggalny ayahku, kak Uni memutuskan untuk menyendiri di ibukota, dia tak tahan berada di rumah, karena terlalu banyak kenangan bersama ayah yang membuatnya lemah. Dan hari ini dia kembali ke rumah. Membawa kebahagiaan setelah sekian lama berpisah.
Uni khairUni, itulah kakakku, 22 tahun yg lalu ia dilahirkan di sebuah desa kecil di kota Lamongan.
Dia adalah anak keempat dari 6 bersaudara. Diantara kami dialah yang paling pendiam dan keras kepala tapi ditempurung kepalanya yang keras itulah tersimpan sebongkah berlian yang siap memancarkan keistimewaannya. Di antara kami, dia juga paling disayang ayah dan ibu. Dia pantas mendapatkannya karena dari kami, memang dia sering membanggakan ayah dan ibu oleh berbagai prestasinya. sejak SD sampai SMA juara kelas selalu didapatkannya, lomba lomba antarsekolah pun banyak diperolehnya, hingga ayah khusus membuatkannya lemari untuk meletakkan piala piala kakakku ini. Ayahku dan kakakku memang memiliki beberapa kesamaan sifat, karena itu, mereka sangat dekat satu sama lain. Hal ini tidak lantas menjadi kecemburuan dari kami, karena ayah dan ibu juga memperlakukan kami sama.
Pada tahun 2004 kak Uni lolos SPMB di salah satu perguruan tinggi favorit di negeri ini, karena itu
dia harus rela berpisah dengan kami. Tak ada saudara di sana mengharuskan dia untuk ngekos. Tiap lebaran atau liburan panjang, dia baru pulang ke rumah. Dikarenakan tugas kuliahnya menumpuk banyak dan jarak yang jauh. Kak Uni mempunyai perangai yang tak banyak bicara namun jika dimintai pendapat atau nasihat dia akan memberi jawaban yang bijak. Tak ayal banyak temannya yang meminta pertimbangannya jika ingin mengambil keputusan yang besar. Kak Uni tidak seberapa aktif dalam organisasi. Satu satunya organisasi yang pernah diikutinya hanyalah REMAS di SMA-nya dulu.
Saat kuliah pun dia tak tertarik menjadi anggota BEM, hanya saja oleh bujukan temannya dia masuk ke organisasi robot universitasnya setelah lolos tes masuk. Dari sinilah kemudian kakakku ini bisa mendapatkan berbagai penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional.
Pada tahun 2008 setelah bergabung bersama tim robotnya selama setahun, dia bersama tim nya diberi kesempatan untuk mengikuti lomba robot cerdas Indonesia 2008. Saat itu bersama timnya, dia memperkenalkan sebuah robot yang mampu mendeteksi adanya kebakaran. Oleh keuletannya bersama timnya, akhirnya mereka memenangkan perlombaan dan itu berarti mereka mendapat kesempatan mewakili Indonesia dalam perlombaan yang lebih besar yakni tingkat Asia Pasifik. Perlombaan ini diadakan di Australia. Di sana kakak menemukan bnyak pengalaman serta teman teman baru.seperti halnya robot milik kakakku, robot robot dari negara lain juga tak kalah canggih. Tpi tim kakakku tetap optimis memenangkan perlombaan membawa nama harum Indonesia di dUnia Internasional. Babak demi babak dilalui dg mudah tanpa kendala yang berarti. Namun, akibat kesalahpahaman dalam timnya, tim kakakku tidak berhasil membawa piala juara satu karena tiba tiba robot kakakku ini mogok saat melewati tikungan ke arah sumber api. Mereka harus puas mnempati peringkat 5. Namun beberapa nominasi telah berhasil mereka dapat termasuk robot terkreatif dan tercepat. Setelah sekitar 2 minggu berada di Australia, tim kakakku kembali ke tanah air, di Indonesia para pembesar kampusnya, bapak menteri, serta bapak presiden telah menanti mereka. Ayah sangat ingin melihat secara langsung kakak menerima penghargaan dari bapak Presiden, namun karena beliau sedang sakit, terpaksa beliau mengurungkan niat tersebut. selain mendapat penghargaan, kak Uni juga mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan S2 nya. Di piagam penghargaannya tertulis 'scholarship S2 in University of Tokyo Japan'' kesempatan yang langkah pikirku.
Namun sejak saat itu, bukanlah guratan bahagia yang menghiasi wajahnya. kakakku menjadi semakin pendiam, tampaknya dia ragu dalam mengambil keputusan ini. Pikirannya kemana mana. Di satu sisi dia ingin melanjutkan studinya, di sisi lain dia berpikir kapan lagi dia bisa membahagiakan orang tua dengan jerih payahnya sendiri. Ayahku hanyalah buruh tani, dari hasil panennya beliau jual untuk menafkahi keluarga, membiayai sekolahku, kak oni, dan kak Uni. memang sih sejak 2 tahun terakhir kuliah kak Uni bisa dibilang tanpa biaya karena dia mendapatkan beasiswa penuh dari kampus. Hanya saja biaya hidup di jakarta masih menggantungkan dri ayah dan kak iNu serta kerja sambilanya.
Sudah setengh tahun ini ayah sakit keras, kegiatan ekonomi keluarga otomatis dilimpahkan ke tangan kak Inu, kakak tertua kami, termsuk membiayai sekolahku dan kedua kakakku. Kedua kakak perempuanku sudah menikah, mereka bersama suami suaminya pergi merantau keluar kota. yang menjadi pikiran kak Uni, 3 bulan lgi kak Inu akan menikah dengan seorang gadis pilihan Ibu. Itu pun atas keinginan ayah sendri, melihat anak laki laki tertuanya menikah sebelum beliau meninggal.Tak alang tumpuan keluarga selanjutnya adalah dia. Jika dia bersikeras mengambil beasiswa S2 tersebut, akan jadi apa nasib keluarganya, serta nasib sekolah adik adiknya.
Hal ini terus saja berkelabut dalam pikirannya hingga hari penandatanganan persetujuan beasiswa. Saat semua teman satu timnya sedang membahas beasiswa tsb, dia memilih untuk menyendiri dalam masjid, sholat dhuha meminta kemantapan akan segala keputusan yang akan dia ambil. Akhirnya dia mengundurkan diri dri beasiswa dan menggantinya dg sejumlah uang. Banyak dri teman teman kak Uni serta dosen pembimbingnya yang menyayangkan keputusan kakak. Namun mereka yakin, keputusan ini sudah dipikir masak masak oleh kakak dan segigh gigihnya mereka mempengaruhi kakak, keputusan ini akan sulit untk diubah. Setelah uang beasiswa itu cair, Hal pertama yang dilakukan kakak adalah melunasi semua biaya RS ayah dan Mengobati penyakit ayah yang sempat tertunda. Namun tak ada kemajuan yang signifikan dri kshatan ayah hingga jumat sore, 2 minggu sebelum kak Uni wisuda, Allah mengambil ayah dari kami. Kami sangat terpukul atas kepergian ayah apalagi kak Uni dia belum sempat mengajak ayah menghadiri wisudanya.
Kak Uni menjadi sangat pendiam dari sebelumnya. Memang dia tidak menangis tapi dalam hatinya aku bisa mendengar jeritan batinnya. Hingga kembali dia mengambil keputusan yang sangat mengejutkan semua orang. Dia ingin merantau ke ibukota untuk sementara waktu menghilangkan rasa kehilangannya yang mendalam akan kepergian ayah. Semua saudaraku telah mencegahnya, termasuk ibuku namun hal itu tak mampu mengurungkan niat kakak. Hingga setelah 40hari ayah meninggal. Dia pun meninggalkan rumah. Selama setahun, kakak tak pernah pulang ke rumah. Dia hanya menelpon Ibu jika sedang kangen. Dia masih sangat terpukul akan kepergian ayah. Hingga suatu hari aku mendapati kakakku tengah di depan pintu, berdiri dengan senyum yang mengembang. Setahun yang lalu dia pergi dari rumah dengan guratan kesedihan yang mendalam. Sekarang dia kembali dengan senyum kedewasaan. Membawa kebahagian bagi Ibu dan juga keluarga.
Ibu tak sanggup menahan air matanya. Dipeluknya kakak seakan tak ingin berpisah lagi. Kami sangat bahagia. Akhirnya kami bisa berkumpul lgi bersama sama.

No comments:

Post a Comment