Friday, April 22, 2011

Sang Pendaki

Seorang pendaaki gunung sedang bersiap melakukan perjalanan. Di punggungnya, ada ransel dan beragam pengait. Tak lupa tali-temali tersusun melingkar di sela-sela bahunya. Pendakian kali ini cukup berat. Jadi, persiapannya harus lebih lengkap.
Kini di hadapan pendaki itu menjulang sebuah gunung yang tinggi. Puncaknya tak terlihat, tertutup salju putih. Awan berarak  di sekitarnya, membuat tak seorang pun tahu apa yang tersembunyi di sana. Mulailah  pendaki itu melangkah, menapaki jalan-jalan bersalju yang membentang di hadapannya. Tongkat berkait yang disandangnya menancap setiap kali mengayunkan langkahnya. Setelah beberapa jam berjalan, mulailah dia menghadapi dinding yang terjal. Tak mungkin baginya untuk meneruskan langkahnya. Dipersiapkannya tali-temali dan pengait di punggungnya. Tebing itu terlalu curam. Dia harus mendaki dengan tali-temali itu. Setelah beberapa kali tancapan, terdengar suara gemuruh dari atas tebing. Ternyata ada badai salju
datang tanpa diundang.
Longsoran salju turun dengan deras menerpa tubuh pendaki. Bongkahan salju yang mengeras, terus berjatuhan disertai deru angina yang membuat tubuhnya terhempas ke dinding.  Badai terus berlangsung selama beberapa menit. Namun, untung tali-temali dan pengait telah menyelamatkan dirinya dari curamnya dinding tersebut. Semua perlengkapannya menghilang dan yang tersisa hanya pisau yang ada di pinggangnya. Pendaki tersebut tergantung terbalik di dinding yang terjal itu.
Pandangannya kabur, semuanya memutih. Dia tidak tahu berada di mana. Dia berkomat-kamit memohon keselamatan dari bencana kepada Tuhannya. Susana hening setelah badai. Di tengah kepanikan itu, terdengar suara dari hati kecilnya yang menyuruhnya melakukan sesuatu. “Potonglah tali itu! Potong tali itu!” Terdengar  senyap di telinganya. Sang pedaki bingung apakah ini perintah dari Tuhan.? Apakah suara itu adalah pertolongan dari Tuhan? Bagaimana memotong tali ini dapat menyelamatkan diriku dari dinding yang terjal ini? Pandanganku terhalang oleh salju, bagaimana aku bisa tahu? Banyak sekalli pertanyaan dalam dirinya. Lama dia ragu untuk mengambil keputusan. Lama. Dia tidak mengambil keputusan apa-apa….
Seminggu kemudian ada pendaki lain yang melihat ada tubuh yang tergantung terbalik di sebuah dinding terjal. Tubuhnya membeku. Nampaknya dia meninggal karena kedinginan. Sementara, batas tubuhnya dengan tanah berjarak hanya SATU meter saja !
Teman, mungkin kita akan berpikir betapa bodohnya pendaki itu karena tak mau mengikuti kata hatinya. Kita tentu akan menyesalkan tindakan pendaki itu yang tak mau memotong tali pengaitnya. Mungkin pendaki itu akan selamat denga membiarkan dirinya jatuh ke tanah yang berjarak 1 meter. Dia tentu tak harus mati kedinginan.
Begitulah, kadang kita berpikir, mengapa Allah nampak tak  melindungi hamba-Nya? Kita mungkin sering merasa, mengapa ada banyak sekali beban, masalah, hambatan yang kita hadapi dalam mendaki kehidupan ini. Kita sering mendapati badai salju yang menerpa diri kita. Mengapa tak sediakan saja jalan lurus tanpa menanjak sehingga terbebas dari semua halangan itu? Namun teman, itu semua diberikan untuk latihan. Hanya ujian. Sesungguhnya semua ujian dan latihan itu tersimpan petunjuk. Tersembunyi tanda-tanda asal kita  PERCAYA.  Seberapa percaya kita kepada Allah sehingga mampu membuat kita memutuskan “memotong tali pengait” saat tergantung terbalik? Seberapa besar rasa percaya kita kepada Allah hingga kita mau menyerahkan semua yang ada pada diri kita hanya kepada-Nya?]

Teman, percayalah, akan ada petunjuk Allah di setiap langkah kita. Carilah, galilah, dan temukan rasa percaya itu dalam hatimu. Sebab, saat kita telah percaya, maka petunjuk itu akan  datang tanpa disangka.

2 comments:

  1. suka ^^
    aku harus banyak belajar dari vada..
    nice to meet you here ukhti,

    ReplyDelete
  2. saling berbagi info yang bermanfaat ya ukhti...

    ReplyDelete